Friday, March 25, 2011

Sektor Pertanian

Sektor Pertanian

I. Pendahuluan

Sektor pertanian pernah menjadi tunjang kekuatan ekonomi negara pada suatu ketika dahulu. Hasil getah, kelapa sawit, padi dan seumpamanya juga pernah menjadi penyumbang terbesar pendapatan negara dan mewujudkan banyak peluang pekerjaan untuk rakyat di negara ini. Namun, kemajuan arus pembangunan negara yang lebih menjurus kepada sektor perindustrian telah menenggelamkan bidang pertanian sedikit demi sedikit terutamanya dalam dekade terakhir abad kedua puluh. Sehingga keadaan perekonomian dunia menjadi tidak menentu.

Tantangan perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada 235 juta penduduk yang tersebar dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk yang besar ini menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.

Berdasarkan pertimbangan ini, maka sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan masa depan Indonesia menuju era industrialisasi, dengan pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin kuat.

II. Pembahasan

Pengertian Pertanian

Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya. Kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang termasuk dalam pertanian biasa difahami orang sebagai budidaya tanaman atau bercocok tanam (bahasa Inggris: crop cultivation) serta pembesaran hewan ternak (raising), meskipun cakupannya dapat pula berupa pemanfaatan mikroorganisme dan bioenzim dalam pengolahan produk lanjutan, seperti pembuatan keju dan tempe, atau sekedar ekstraksi semata, seperti penangkapan ikan atau eksploitasi hutan. Sebagian besar mata pencaharian masyarakat di Negeri Indonesia adalah sebagai petani, sehingga sektor pertanian sangat penting untuk dikembangkan di negara kita.

Bentuk Pertanian Petani

Bentuk-Bentuk Pertanian Di Indonesia :

1. Sawah

Sawah adalah suatu bentuk pertanian yang dilakukan di lahan basah dan memerlukan banyak air baik sawah irigasi, sawah lebak, sawah tadah hujan maupun sawah pasang surut.

2. Tegalan

Tegalan adalah suatu daerah dengan lahan kering yang bergantung pada pengairan air hujan, ditanami tanaman musiman atau tahunan dan terpisah dari lingkungan dalam sekitar rumah. Lahan tegalan tanahnya sulit untuk dibuat pengairan irigasi karena permukaan yang tidak rata. Pada saat musim kemarau lahan tegalan akan kering dan sulit untuk ditubuhi tanaman pertanian.

3. Pekarangan

Perkarangan adalah suatu lahan yang berada di lingkungan dalam rumah (biasanya dipagari dan masuk ke wilayah rumah) yang dimanfaatkan / digunakan untuk ditanami tanaman pertanian.

4. Ladang Berpindah

Ladang berpindah adalah suatu kegiatan pertanian yang dilakukan di banyak lahan hasil pembukaan hutan atau semak di mana setelah beberapa kali panen / ditanami, maka tanah sudah tidak subur sehingga perlu pindah ke lahan lain yang subur atau lahan yang sudah lama tidak digarap.

Hasil Pertanian Petani

Beberapa Hasil-Hasil Pertanian Di Indonesia :

1. Pertanian Tanaman Pangan

- Padi

- Jagung

- Kedelai

- Kacang Tanah

- Ubi Jalar

- Ketela Pohon

2. Pertanian Tanaman Perdagangan

- Kopi

- Teh

- Kelapa

- Karet

- Kina

- Cengkeh

- Kapas

- Tembakau

- Kelapa Sawit

- Tebu

Cakupan pertanian

Pertanian dalam pengertian yang luas mencakup semua kegiatan yang melibatkan pemanfaatan makhluk hidup (termasuk tanaman, hewan, dan mikrobia) untuk kepentingan manusia. Dalam arti sempit, pertanian juga diartikan sebagai kegiatan pemanfaatan sebidang lahan untuk membudidayakan jenis tanaman tertentu, terutama yang bersifat semusim.

Usaha pertanian diberi nama khusus untuk subjek usaha tani tertentu. Kehutanan adalah usaha tani dengan subjek tumbuhan (biasanya pohon) dan diusahakan pada lahan yang setengah liar atau liar (hutan). Peternakan menggunakan subjek hewan darat kering (khususnya semua vertebrata kecuali ikan dan amfibia) atau serangga (misalnya lebah). Perikanan memiliki subjek hewan perairan (termasuk amfibia dan semua non-vertebrata air). Suatu usaha pertanian dapat melibatkan berbagai subjek ini bersama-sama dengan alasan efisiensi dan peningkatan keuntungan. Pertimbangan akan kelestarian lingkungan mengakibatkan aspek-aspek konservasi sumber daya alam juga menjadi bagian dalam usaha pertanian.

Semua usaha pertanian pada dasarnya adalah kegiatan ekonomi sehingga memerlukan dasar-dasar pengetahuan yang sama akan pengelolaan tempat usaha, pemilihan benih/bibit, metode budidaya, pengumpulan hasil, distribusi produk, pengolahan dan pengemasan produk, dan pemasaran. Apabila seorang petani memandang semua aspek ini dengan pertimbangan efisiensi untuk mencapai keuntungan maksimal maka ia melakukan pertanian intensif (intensive farming). Usaha pertanian yang dipandang dengan cara ini dikenal sebagai agribisnis. Program dan kebijakan yang mengarahkan usaha pertanian ke cara pandang demikian dikenal sebagai intensifikasi. Karena pertanian industrial selalu menerapkan pertanian intensif, keduanya sering kali disamakan.

Sisi yang berseberangan dengan pertanian industrial adalah pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture). Pertanian berkelanjutan, dikenal juga dengan variasinya seperti pertanian organik atau permakultur, memasukkan aspek kelestarian daya dukung lahan maupun lingkungan dan pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam perhitungan efisiensinya. Akibatnya, pertanian berkelanjutan biasanya memberikan hasil yang lebih rendah daripada pertanian industrial.

Pertanian modern masa kini biasanya menerapkan sebagian komponen dari kedua kutub “ideologi” pertanian yang disebutkan di atas. Selain keduanya, dikenal pula bentuk pertanian ekstensif (pertanian masukan rendah) yang dalam bentuk paling ekstrem dan tradisional akan berbentuk pertanian subsisten, yaitu hanya dilakukan tanpa motif bisnis dan semata hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau komunitasnya.

Sebagai suatu usaha, pertanian memiliki dua ciri penting: selalu melibatkan barang dalam volume besar dan proses produksi memiliki risiko yang relatif tinggi. Dua ciri khas ini muncul karena pertanian melibatkan makhluk hidup dalam satu atau beberapa tahapnya dan memerlukan ruang untuk kegiatan itu serta jangka waktu tertentu dalam proses produksi. Beberapa bentuk pertanian modern (misalnya budidaya alga, hidroponika) telah dapat mengurangi ciri-ciri ini tetapi sebagian besar usaha pertanian dunia masih tetap demikian.

Ketahanan Pangan

Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996 memberikan definisi ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau. Sementara USAID (1992) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai satu kondisi dimana masyarakat pada satu yang bersamaan memiliki akses yang cukup baik secara fisik maupun ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dietary dalam rangka untuk peningkatan kesehatan dan hidup yang lebih produktif. Perbedaan mendasar dari dua definisi ketahanan pangan tersebut yaitu pada UU No 7/1996 menekankan pada ketersediaan, rumah tangga dan kualitas (mutu) pangan. Sedangkan pada definisi USAID menekankan pada konsumsi, individu dan kualitas hidup.

FAO (1997) mendefinisikan ketahanan pangan sebagai situasi di mana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dan di mana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut. Hal ini berarti konsep ketahanan pangan mencakup ketersediaan yang memadai, stabilitas dan akses terhadap pangan-pangan utama. Determinan dari ketahanan pangan dengan demikian adalah daya beli atau pendapatan yang memadai untuk memenuhi biaya hidup (FAO, 1996).

Berdasarkan pengertian dan konsep tersebut di atas maka beberapa ahli sepakat bahwa ketahanan pangan minimal mengandung dua unsur pokok yaitu ”ketersediaan pangan dan aksesibilitas masyarakat terhadap pangan”. Salah satu unsur tersebut tidak dipenuhi maka suatu negara belum dapat dikatakan mempunyai ketahanan pangan yang baik (Arifin, 2004). Walaupun pangan tersedia cukup di tingkat nasional dan regional, tetapi jika akses individu untuk memenuhi kebutuhan pangannya tidak merata, maka ketahanan pangan masih dikatakan rapuh. Akses terhadap pangan, ketersediaan pangan dan resiko terhadap akses dan ketersediaan pangan tersebut merupakan determinan yang esensial dalam ketahanan pangan (Von Braun et al, 1992).

Permasalahan Petani dan Pertanian Indonesia

1. Masalah Birokrasi Deptan :

a. KKN

b. Lemah dalam eksekusi

c. Koordinasi atas lembaga lain lemah

Solusinya :

a. Penerapan Penyelenggaraan birokrasi yang bersih, amanah, dan professional.

b. Pemberdayaan semua stake holder dalam mengefektifkan eksekusi.

c. Efektifitas peran perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.

2. Permasalahan Lahan Pertanian

a. Luas tanah kepemilikian tani sempit, sehingga sulit untuk menunjang kehidupan keluarga tani.

b. Produktivitas lahan pertanian menurun karena intensifikasi secara berlebihan dan penggunaan pupuk kimia terus menerus.

c. Alih fungsi lahan produktif ke lahan industry akibat kebijakan

Solusi:

a. Pembangunan Agroindustri di Pedesaan dalam Upaya Merasionalisasi Jumlah Petani Dengan Lahan yang Ekonomis Penggalakkan SistemPertanian Yang Berbasis pada Konservasi Lahan

b. Dikembangkan SistemPertanian Ramah Lingkungan (Organik)

c. Perencanaan dan Implementasi RTRW yang Konsisten

d. Pemanfaatan Lahan Tidur untuk PemberdayaanMasyarakat

3. Masalah Keterampilan

a.Keterbatasan Penguasaan

b.Teknik Budidaya pada Komoditas Tertentu Saja

c.Kurangnya Orientasi Agribisnis

d.Kurangnya Penguasaan Proses Pengolahan Pasca Panen

e.Kurangnya Kemampuan Mengakses Pasar

Solusi:

a. Sekolah Lapang Berbasis Teknologi Tepat Guna (Best Practices)

b. Penggalakan Sistem Alih

c. Teknologi Melalui Pendampingan,

d. Diklat LapanganBagi Petani

e. PembinaanMotivasi, Etos dan

f. Wawasan Kewirausahaan

4. Masalah Modal

a.Petani KurangModal

b.SistemPerbankan yang Kurang Peduli Pada Petani

c.Belum Ada Asuransi Pertanian

e.SistemIjon

Solusi:

a. Mendorong Peran Lembaga Keuangan (Bank Dan Non-bank) Untuk Masuk Sektor Pertanian Dengan Skema yang Menguntungkan Petani

b. Mendorong PenguatanModal

c. Kolektif Petani

d. Mendorong Peran Tengkulak Untuk

e. Membangun Kemitraan Yang Adil dan Peduli Petani

f. Merealisasikan Subsidi Pertanian yang Tepat Sasaran dan Bersifat Produktif

5. Masalah Teknologi

a.Sistem Alih Teknologi Lemah

b.Penerapan Teknologi Kurang Tepat Sasaran

c.SemakinBanyaknya Penerapan Teknologi Tidak Ramah Lingkungan

Solusi:

a. Sistem Pendidikan Rendah-Menengah Berbasis Kompetensi Daerah

b. Sekolah Lapang Berbasis

c. Teknologi Tepat Guna (Best Practices)

d. Penggalakan Sistem Alih Teknologi Melalui Pendampingan, Diklat Lapangan Bagi Petani

e. Mendorong Gerakan Pertanian dan Teknologi Pertanian yang Ramah Lingkungan

Perkembangan Sektor Pertanian

1. Peranan Sektor Pertanian

Menurut Kuznets, Sektor pertanian di LDC’s mengkontribusikan thd pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional dalam 4 bentuk:

a. Kontribusi Produk

Penyediaan makanan utk pddk, penyediaan BB untuk industri manufaktur seperti industri: tekstil, barang dari kulit, makanan & minuman

b.Kontribusi Pasar

Pembentukan pasar domestik utk barang industri & konsumsi

c.Kontribusi Faktor Produksi

Penurunan peranan pertanian di pembangunan ekonomi, maka terjadi transfer surplus modal & TK dari sektor pertanian ke Sektor lain

d.Kontribusi Devisa

Pertanian sebagai sumber penting bagi surplus neraca perdagangan (NPI) melalui ekpspor produk pertanian dan produk pertanian yang menggantikan produk impor.

Kontribusi Produk.

Dalam system ekonomi terbuka, besar kontribusi produk sector pertanian bisa lewat pasar dan lewat produksi dg sektor non pertanian.

1. Dari sisi pasar, Indonesia menunjukkan pasar domestic didominasi oleh produk pertanian dari LN seperti buah, beras & sayuran hingga daging.

2. Dari sisi keterkaitan produksi, Industri kelapa sawit & rotan mengalami kesulitan bahan baku di dalam negeri, karena BB dijual ke LN dengan harga yg lebih mahal.

Kontribusi Pasar.

Negara agraris merup sumber bagi pertumbuhan pasar domestic untuk produk non pertanian seprti pengeluaran petani untuk produk industri (pupuk, pestisida, dll) & produk konsumsi (pakaian, mebel, dll)

Keberhasilan kontribusi pasar dari sektor pertanian ke sektor non pertanian tergantung:

Pengaruh keterbukaan ekonomi. Membuat pasar sektor non pertanian tidak hanya disi dengan produk domestic, tapi juga impor sebagai pesaing, shg konsumsi yg tinggi dari petani tdk menjamin pertumbuhan yg tinggi seckor non pertanian.

2. Jenis teknologi sector pertanian. Semakin moderen, maka semakin tinggi demand produk industri non pertanian

Kontribusi Devisa.

Kontribusinya melalui :

Secara langsung

ekspor produk pertanian & mengurangi impor.

Secara tidak langsung

peningkatan ekspor & pengurangan impor produk berbasis pertanian spt tekstil, makanan & minuman, dll

Kontradiksi kontribusi produk & kontribusi devisa peningkatan ekspor produk pertanian

menyebabkan suplai dalam negari kurang dan disuplai dari produk impor. Peningkatan ekspor produk pertanian berakibat negative terhadap pasokan pasar dalam negeri. Untuk menghindari trade off ini 2 hal yg harus dilakukan:

Peningkatan kapasitas produksi.

Peningkatan daya saing produk produk pertanian

Sektor Pertanian di Indonesia

Selama periode 1995-1997, PDB sektor pertanian (peternakan, kehutanan & perikanan) menurun & sektor lain spt menufaktur meningkat.

Sebelum krisis moneter, laju pertumbuhan output sektor pertanian <> LDC’s

Perjanjain tsb merugikan bagi LDC’s, karena produksi dan perdagangan komoditi pertanian, industri & jasa di LDC’s masih menjadi masalah besar & belum efisien sbg akibat dari rendahnya teknologi & SDM, shg produk dri DC’s akan membanjiri LDC’s.

Butir penting dalam perjanjian untuk pertanian:

Negara dg pasar pertanian tertutup harus mengimpor minimal 3 % dari kebutuhan konsumsi domestik dan naik secara bertahap menjadi 5% dlm jk waktu 6 tahun berikutnya

Trade Distorting Support untuk petani harus dikurangi sebanyak 20% untuk DC’s dan 13,3 % untuk LDC’s selama 6 tahun

Nilai subsidi ekspor langsung produk pertanian harus diturunkan sebesar 36% selama 6 tahun & volumenya dikurangi 12%.

Reformasi bidang pertanian dlm perjanjian ini tdk berlaku utk negara miskin

Investasi di Sektor Pertanian

Investasi di sector pertanian tergantung :

Laju pertumbuhan output

Tingkat daya saing global komoditi pertanian

Keterkaitan Pertanian dengan Industri Manufaktur

Salah satu penyebab krisis ekonomi, kesalahan industrialisasi yg tidak berbasis pertanian. Hal ini terlihat bahwa laju pertumbuhan sector pertanian (+) walaupu kecil, sedangkan industri manufaktur (-). Jepang, Taiwan & Eropa dlm memajukan industri manufaktur diawali dg revolusi sector pertanian.

Bidang-bidang yang harus diperhatikan dalam masalah pertanian,yaitu :

• Peran utama Departemen Pertanian dalam membina hubungan kerja sama dengan pemerintah daerah.

• Perlu meningkatkan pendapatan petani melalui diversivikasi lebih lanjut.

• Memperkuat kapasitas regulasi

• Meningkatkan pengeluaran untuk penelitian pertanian

• Mendukung pertumbuhan ICT (teknologi informasi dan komunikasi)

• Menjamin berlangsungnya manajemen irigasi

• Memperbaiki infrastruktural

III. Kesimpulan

Indonesia adalah yang sangat luas sehinga mata pencaharian sebagian penduduk adalah pada sektor pertanian. Pertanian dapat dilihat sebagai suatu yang sangat pontensial dalam empat bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan perkembangan ekonomi nasional yaitu sebagai berikut :

• Ekspansi dari sektor-sektor ekonominya sngat tergantung pada pertumbuhan output di bidang pertanian,baik dari sisi permintaan maupun penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-sektor lain seperti industri manufaktur dan perdagangan.

• Pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan dosmestik bagi produk-produk di sektor-sektor lainnya.

• Sebagai suatu sumber madal untuk investasi di sekto-sektor ekonomi lainnya.

• Sebagai sumber penting bagi surplus perdagangan (sumber devisa).

IV. Daftar Pustaka

http://organisasi.org/definisi-pengertian-pertanian-bentuk-hasil-pertanian-petani-ilmu-geografi

http://idur.wordpress.com/2007/09/29/ketahanan-pangan-i/

http://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian

konsep_perkembangan_pertanian oleh Dr.Ir . Anton Apriyantono, MS

Friday, March 18, 2011

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan

KEMISKINAN DAN KESENJANGAN PENDAPATAN

I. Pendahuluan

Kemiskinan merupakan suatu fenomena yang bukan hanya terjadi di Indonesia, melainkan suatu fenomena yang bersifat global. Kemiskinan adalah factor besar dimana sebagian anak tidak mendapatkan kehidupan yang layak, pendidikan yang cukup serta kesehatan yang bagus.

Persoalan kemiskinan ini lebih dipicu karena masih banyaknya masyarakat yang mengalami pengangguran dalam bekerja. Pengangguran yang dialami masyarakat inilah yang membuat sulitnya memenuhi kebutuhan hidupnya , sehingga angka kemiskinan selalu ada.

II. Pembahasan

Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan. Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:

* Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.

* Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi.

* Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.

Penyebab kemiskinan

Kemiskinan banyak dihubungkan dengan:

* penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin;

* penyebab keluarga, yang menghubungkan kemiskinan dengan pendidikan keluarga;

* penyebab sub-budaya (subcultural), yang menghubungkan kemiskinan dengan kehidupan sehari-hari, dipelajari atau dijalankan dalam lingkungan sekitar;

* penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain, termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi;

* penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil dari struktur sosial.

Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis kemiskinan.

Kemiskinan bisa dikelompokan dalam dua kategori , yaitu Kemiskinan absolut dan Kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada satu set standard yang konsisten , tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat / negara. Sebuah contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi yang makan dibawah jumlah yg cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira kira 2000-2500 kalori per hari untuk laki laki dewasa).

Bank Dunia mendefinisikan Kemiskinan absolut sebagai hidup dg pendapatan dibawah USD $1/hari dan Kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari, dg batasan ini maka diperkiraan pada 2001 1,1 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $1/hari dan 2,7 miliar orang didunia mengkonsumsi kurang dari $2/hari."[1] Proporsi penduduk negara berkembang yang hidup dalam Kemiskinan ekstrem telah turun dari 28% pada 1990 menjadi 21% pada 2001.[1] Melihat pada periode 1981-2001, persentase dari penduduk dunia yang hidup dibawah garis kemiskinan $1 dolar/hari telah berkurang separuh. Tetapi , nilai dari $1 juga mengalami penurunan dalam kurun waktu tersebut.

Meskipun kemiskinan yang paling parah terdapat di dunia bekembang, ada bukti tentang kehadiran kemiskinan di setiap region. Di negara-negara maju, kondisi ini menghadirkan kaum tuna wisma yang berkelana ke sana kemari dan daerah pinggiran kota dan ghetto yang miskin. Kemiskinan dapat dilihat sebagai kondisi kolektif masyarakat miskin, atau kelompok orang-orang miskin, dan dalam pengertian ini keseluruhan negara kadang-kadang dianggap miskin. Untuk menghindari stigma ini, negara-negara ini biasanya disebut sebagai negara berkembang.

Kemiskinan di Indonesia

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2010 sebesar 31,02 juta orang (13,33 persen). Dibandingkan dengan penduduk miskin pada Maret 2009 yang berjumlah 32,53 juta (14,15 persen), berarti jumlah penduduk miskin berkurang 1,51 juta jiwa.

Jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan turun lebih besar daripada daerah perdesaan. Selama periode Maret 2009-Maret 2010, penduduk miskin di daerah perkotaan berkurang 0,81 juta orang, sementara di daerah perdesaan berkurang 0,69 juta orang (Tabel 2).

Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan dan perdesaan tidak banyak berubah dari Maret 2009 ke Maret 2010. Pada Maret 2009, sebagian besar (63,38 persen) penduduk miskin berada di daerah perdesaan begitu juga pada Maret 2010, yaitu sebesar 64,23 persen.

Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama periode Maret 2009-Maret 2010 nampaknya berkaitan dengan faktor-faktor berikut:

a. Selama periode Maret 2009-Maret 2010 inflasi umum relatif rendah, yaitu sebesar 3,43 persen.

Menurut kelompok pengeluaran kenaikan harga selama periode tersebut terjadi pada kelompok bahan makanan sebesar 4,11 persen; kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau sebesar 8,04 persen; kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga sebesar 3,85 persen; kelompok kesehatan sebesar 3,18 persen; kelompok sandang sebesar 0,78 persen; kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 2,08 persen, serta kelompok transpor dan komunikasi dan jasa keuangan sebesar 1,38 persen.

b. Rata-rata upah harian buruh tani dan buruh bangunan masing-masing naik sebesar 3,27 persen dan

3,86 persen selama periode Maret 2009-Maret 2010.

c. Produksi padi tahun 2010 (hasil Angka Ramalan/ARAM II) mencapai 65,15 juta ton GKG, naik sekitar 1,17 persen dari produksi padi tahun 2009 yang sebesar 64,40 juta ton GKG.

d. Sebagian besar penduduk miskin (64,65 persen pada tahun 2009) bekerja di Sektor Pertanian. NTP (Nilai Tukar Petani) naik 2,45 persen dari 98,78 pada Maret 2009 menjadi 101,20 pada Maret 2010.

e. Perekonomian Indonesia Triwulan I 2010 tumbuh sebesar 5,7 persen terhadap Triwulan I 2009, sedangkan pengeluaran konsumsi rumah tangga meningkat sebesar 3,9 persen pada periode yang sama.

Tabel 1

Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin

Menurut Daerah, Maret 2009-Maret 2010



Makanan

Bukan Makanan

Total

miskin (juta)

miskin

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Perkotaan

Maret 2009

155 909

66 214

222 123

11,91

10,72

Maret 2010

163 077

69 912

232 989

11,10

9,87

Perdesaan

Maret 2009

139 331

40 503

179 835

20,62

17,35

Maret 2010

148 939

43 415

192 354

19,93

16,56

Kota+Desa

Maret 2009

147 339

52 923

200 262

32,53

14,15

Maret 2010

155 615

56 111

211 726

31,02

13,33

Daerah/Tahun


Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)


Jumlah penduduk


Persentase penduduk


Sumber: Diolah dari data Susenas Panel Maret 2009 dan Maret 2010.

Dilihat dari tahun 2004 sampai dengan tahun 2010, perkembangan tingkat kemiskinan ditunjukkan oleh tabel berikut:

Tabel 2

Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia

Menurut Daerah, 2004-2010

Tahun



Kota

Desa

Kota+Desa


Kota

Desa

Kota+Desa

(1)

(2)

(3)

(4)


(5)

(6)

(7)

2004

11,40

24,80

36,10


12,13

20,11

16,66

2005

12,40

22,70

35,10


11,68

19,98

15,97

2006

14,49

24,81

39,30


13,47

21,81

17,75

2007

13,56

23,61

37,17


12,52

20,37

16,58

2008

12,77

22,19

34,96


11,65

18,93

15,42

2009

11,91

20,62

32,53


10,72

17,35

14,15

2010

11,10

19,93

31,02


9,87

16,56

13,33

Jumlah Penduduk Miskin (Juta) Persentase Penduduk Miskin

Sumber: Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Definisi Kesenjangan

Kesenjangan mengacu pada standar hidup relatif dari seluruh masyarakat. Sebab kesenjangan antar wilayah yaitu adanya perbedaan faktor anugerah awal (Endowment Factor). Perbedaan inilah yang menyebabkan tingkat pembangunan di berbagai wilayah dan daerah berbeda-beda, sehingga menimbulkan gap atau jurang kesejahteraan di berbagai wilayah tersebut (Sukirno, Sadono, 1976).

Menurut Mydral (1957), perbedaan tingkat kemajuan ekonomi antar daerah yang berlebihan akan mengakibatkan pengaruh yang merugikan (backwash effects) mendominasi pengaruh yang menguntungkan (spread effects) yang dalam hal ini dapat menyebabkan ketidakseimbangan. Pelaku-pelaku yang mempunyai kekuatan di pasar secara normal akan cenderung meningkat bukannya menurun, sehingga mengakibakan kesenjangan antar daerah (Arsyad,Lincolin, 1999:129).

Adelman dan Moris berpendapat bahwa kesenjangan pendapatan di daerah ditentukan oleh jenis pembangunan ekonomi yang ditunjukkan oleh ukuran negara, sumber daya alam, dan kebijakan yang dianut. Dengan kata lain, faktor kebijakan dan dimensi structural perlu diperhatikan selain laju pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, Mudrajad,1997:111).

Trend Dalam Kesenjangan Kemiskinan

Kesenjangan Kota dan Desa

Berbagai studi empiris menunjukkan modernisasi pertanian telah memperlebar kesenjangan distribusi pendapatan. Studi Gibbons, et.al. (1980) menyimpulkan bahwa Revolusi hijau telah memperparah kepincangan distribusi pendapatan masyarakat karena meskipun petani kecil secara umum membaik kondisinya sebagai hasil modernisasi pertanian, namun posisi mereka secara relatif lebih buruk dibanding petani kaya yang jauh meningkat penghasilannya.

Kesenjangan Regional

Isu kesenjangan ekonomi antardaerah telah lama menjadi bahan kajian para pakar ekonomi regional. Hendra Esmara (1975) merupakan penelitian pertama yang mengukur kesenjangan ekonomi antardaerah. Berdasar data dari tahun 1950 hingga 1960, ia menyimpulkan Indonesia merupakan negara dengan kategori kesenjangan daerah yang rendah apabila sektor non migas diabaikan.

Ardani (1996, 1992) telah menganalisis kesenjangan pendapatan dan konsumsi antar daerah dengan menggunakan indeks Williamson selama 1968-

1993 dan 1983-1993. Kesimpulannya mendukung hipotesis Williamson (1965)

bahwa pada tahap awal pembangunan ekonomi terdapat kesenjangan kemakmuran antardaerah, namun semakin maju pembangunan ekonomi kesenjangan tersebut semakin menyempit. Studi Ardani agaknya sejalan dengan hasil studi Akita dan Lukman (1994), yang menemukan tidak terdapatnya perubahan kesenjangan ekonoi antardaerah selama 1983-1990.

Dalam konstelasi perkembangan terakhir di Indonesia, kesenjangan ekonomi setidaknya dapat dilihat dari 3 dimensi, yaitu : berdasarkan tingkat kemodernan, regional, dan etnis. Pertama, kesenjanggan dari tingkat kemoderanan, yaitu kesenjangan antara sektor modern dan sektor tradisional. Sektor moderen umumnya berada di perkotaan dan sektor industri, sedangkan sektor tradisional umumnya berada di pedesaan dan sektor tradisional. Kedua, kesenjangan regional adalah antara Katimin (Kawasan Timur Indonesia) dan Kabirin (Kawasan Barat Indonesia). Ketiga, kesenjangan menurut etnis, yaitu antara pribumi dengan non pribumi.

Apabila ketiga dimensi ini digabungkan maka akan diperoleh potret kesenjangan kemakmuran di Indonesia, yaitu : semakin ke Kabirin maka semakin banyak dijumpai sektor modern dan sektor industri, dan semakin banyak golongan non pribumi yang menguasai perekonomian. Sebaliknya semakin ke Katimin, semakin banyak dijumpai sektor pertanian dan tradisional, dan semakin banyak pribumi yang mendominasi usaha bisnis.

Kesenjangan Interpersonal

Hughes dan Islam (1981, 52-53) menunjukkan bahwa ada peningkatan yang lebih besar dalam kesenjangan di Jawa dibanding daerah manapun antara

tahun 1970 sampai 1976. Peningkatan kesenjangan ini terutama akibat adanya perubahan distribusi pendapatan pada golongan berpenghasilan tinggi, yang dapat ditafsirkan bahwa yang kaya semakin kaya. Di daerah perdesaan Jawa ternyata terjadi penurunan kesenjangan, yang mengindikasikan adanya perubahan dalam golongan pendapatan yang paling rendah. Di luar Jawa kesenjangan lebih rendah dibandingkan di Jawa, dan penurunan kesenjangan di desa relatif lebih besar.

Cara Mengatasi Kemiskinan dan Kesenjangan Sosial

Pertama dengan menyukseskan pembangunan ekonomi. Sehingga dengan seiringnya pertumbuhan ekonomi tercipta pula lapangan pekerjaan. Apabila setiap orang memiliki pekerjaan mereka dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari dari pendapatan yang mereka terima. Dan apabila pertumbuhan ekonomi berjalan lancar maka pertumbuhan dalam usaha juga akan naik sehingga usaha mendapat banyak profit yang akan meningkatkan pajak yang harus mereka bayar sehingga pendapatan Negara juga bertambah melalui sector pajak. Apabila pertumbuhan ekonomi tumbuh secara baik, adil. dan berkelanjutan maka dapat dipastikan angka kemiskinan dapat ditekan. Terlebih bila situasi politik, dan keamanan yang kondusif.

Kedua, adanya bantuan dari pemerintah berpa BLT, Raskin, Jamkesmas dll.

Ketiga, adanya kesadaran dari masyarakat yang mempunyai kemampuan lebih untuk menyumbang atau membantu masyarakat miskin. Bantuan dapat disalurkan melalui Panti Sosial, termasuk zakat, infaq, shadaqah, dan kegiatan amal lainnya.

III. Kesimpulan

Kemiskinan dan Kesenjangan Pendapatan merupakan dua hal yang saling berkaitan, sehingga untuk menyelesaikan permasalahannya secara bertahap yaitu dengan menyukseskan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi adalah kunci dari penyelesaian permasalahan diatas, sehingga dalam rangka mewujudkan pertumbuhan diatas kita sebagai warna Negara Indonesia wajib mendukung dan terlibat dalam kegiatan tersebut.

Pemerintah sebagai pelaku dan penentu kebijakan juga harus memihak kepada rakyat sehingga bukan rakyat yang akan dikorbankan apabila kebijakan yang telah ditentukan tidak berjalan lancar.

Sumber:

www.wikipedia.org

http://tnp2k.wapresri.go.id/data.html

http://nasional.kompas.com/read/2011/03/17/22010284/Tiga.Resep.Kurangi.Kemiskinan.Ala.SBY