Thursday, December 22, 2011

JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006

Review Jurnal

JUDUL : JURNAL PENGKAJIAN KOPERASI DAN UKM NOMOR 2 TAHUN I – 2006
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Selama Pembangunan Jangka Panjang ke 1 (PJP-1) Indonesia telah mencatatberbagai kemajuan ekonomi, hal ini ditunjukkan oleh beberapa indikator antara lain : (a)pertumbuhan ekonomi rata-rata 6,5% mulai tahun 1970 samapi tahun 1997, (b) jumlah penduduk miskin secara relatif dan absolut berkurang, (c) penurunan riil pertumbuhan penduduk dari 2,4% hingga 1,9%, (d) perbaikan infrastruktur jalan, kesehatan dan telekomunikasi. Kemajuan ekonomi di Indonesia sekarang dapat dikatakan telah mengalami perbaikan yang cukup berarti, namun demikian masih banyak menghadapi berbagai masalah yang harus diselesaikan dalam pembangunan tahap ke II abad ke 21, karena ternyata keberhasilan tersebut belum mampu mengangkat kehidupan ekonomi rakyat di pedesaan yang bertumpu pada sektor pertanian.



POLA RESTRUKTURISASI USAHA PERTANIAN
DAN USAHA KECIL PEDESAAN SERTA IMPLEMENTASINYA
TERHADAP REPOSISI KELEMBAGAAN KOPERASI

Masalah utama yang dihadapi dalam pembangunan sektor pertanian adalah belum tersedianya konsep dan strategi pembangunan pertanian yang jelas, dikaitkan dengan peranan kelembagaan koperasi yang mampu mengangkat tingkat pendapatan koperasi dan masyarakat pedesaan. Guna memecahkan masalah diatas khususnya untuk mengatasi kemiskinan, penganguran, ketertinggalan, peningkatan produktivitas ekonomi pedesaan dalam waktu 26 tahun terakhir (1969-2003) pemerintah Indonesia melakukan berbagai kebijakan antara lain : (a) melipatgandakan produksi pangan terutama beras melalui introduksi teknologi baru (bibit unggul dan pupuk), (b) mendorong koperasi pedesaan untuk penyalur input dan pemasaran hasil pertanian, (c) program pembangunan desa miskin melalui Inpres Desa Tertinggal (IDT), (d) perkembangan perkebunan inti rakyat diberbagai komoditi pertanian dan (e) berbagai program lain yang penting perlu dicatat yaitu Green Revolution (instensifikasi tanaman padi). Namun berbagai terobosan program baru tersebut belum dapat menyelesaikan permasalahan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat secara baik.

Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk mengkaji pengaruh pola restrukturisasi usaha pertanian dan usaha kecil pertanian serta implementasi terhadap reposisi kelembagaan koperasi dengan melakukan kajian antara lain : (1) mengidentifikasi fleksibilitas kelembagaan koperasi dalam mengantisipasi dinamika perubahan akibat restrukturisasi usaha pertanian, (2) menganalisis partisipasi anggota koperasi dalam reposisi peran koperasi, (3) menyusun dan menyempurnakan model pembinaan dan pengembangan manajemen koperasi dibidang pertanian.




TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
Sejak pemerintahan orde baru kegiatan pertanian diarahkan kepada bagaimana pencapaian produksi atau lebih kepada pengembangan subsistem usaha pertanian. Pada kegiatan on-farm yang didukung dengan kebijakan untuk peningkatan produksi melalui program intensifikasi pertanian. Hal ini terkait dengan program pemerintah melalui pengadaan pengairan, sarana produksi, benih unggul, pestisida serta pembukaan lahan-lahan pertanian terutama di luar Jawa seperti proyek gambut sejuta hektar di Kalimantan. Program tersebut bermuara pada pengadaan pangan nasional. Namun disadari bahwa program tersebut belum memberi kepada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani (Soetrisno, 2003).

Reposisi adalah upaya merubah posisi KUD yang hampir stagnan menuju posisi baru yang lebih variabel serta sesuai dengan perkembangan masyarakat. Perlunya reposisi pengembangan kelembagaan koperasi pedesaan disebabkan karena terjadinya perubahan pemerintahan dan kebijakan dibidang ekonomi yang mengakibatkan KUD yang dikenal sebagai instrumen pemerintah mengalami kesulitan dan kehilangan arah. Reposisi dimaksudkan agar KUD dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah berupa data sekunder dan data primer. Data sekunder berupa data informasi dari kajian sebelumnya atau laporan dari departemen atau instansi yang terkait. Data primer adalah data yang diperoleh di lapangan pada saat melakukan survey ke koperasi yang menjadi sampel dalam studi ini. Partisipasi anggota koperasi di bidang perencanaan meliputi : (a) kehadiran setiap anggota dalam rapat yang diselenggarakan koperasi, (b) prakarsa mewujudkan koperasi yang memerlukan partisipasi anggota, (c) motivasi anggota mengikuti kegiatan koperasi, (d) keterlibatan anggota dalam proses pengambilan keputusan. Partisipasi anggota neliputi : (a) penjualan hasil pertanian atau produk, (b) simpanan setiap anggota di koperasi, (c) pembelian kebutuhan sarana produksi, (d) pinjaman kredit. Adapun untuk menyusun dan menyempurnakan model pembinaan dan pengembangan manajemen koperasi dibidang pertanian berdasarkan hasil Focus group discussion (FGD) dengan instansi terkait, gerakan koperasi.

KOPERASI
Pendekatan trend produktivitas dan dan pendekatan profil industri pengolahan berdasarkan ISIC (International Standard Industry), ini dimulai dengan melihat karakteristik pertanian secara nasional yaitu pendekatan trend produktivitas pertanian tahun 1993 sampai 2002 terutama pertanian tanaman pangan dan pendekatan profi lindustri pengolahan yang berbasis pada sektor pertanian secara umum yang terdiri dari subsektor tanaman pengan, holtikultura, perkebunan, perikanan, dan peternakan. Disamping hal tersebut juga akan dilakukan kajian literatur mengenai restrukturisasi usaha pertanian yang relevan dan bisa memberikan gambaran pola restrukturisasi
pertanian yang diharapkan dalam kajian ini. Best practices juga akan melengkapi kajian ini agar dapat dilihat praktek di lapangan beberapa koperasi yang telah berhasil melakukan reposisi kelembagaan. Selanjutnya untuk menyusun dan menyempurnakan model pembinaan dan pengembangan manajemen koperasi bidang pertanian dilaksanakan menggunakan focus group discussion (FGD).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola pengembangan koperasi (KUD) pada masa lalu ditentukan oleh wilayah keanggotaannya yaitu beberapa desa dalam satu kecamatan, artinya boleh lebih dari satu desa tetapi tidak boleh lebih dari satu kecamatan. Keterbatasan seperti itu sangat mengahalangi gerak dan kemajuan unit koperasi tersebut, oleh sebab itu pada masa yang akan datang hal-hal seperti itu perlu dihilangkan sehingga prinsip koperasi dimunculkan oleh kepentingan yang sama dari kelompok masyarakat tidak lagi bisa dibatasi oleh wilayah administrasi tapi lebih ditentukan oleh kepentingan dibentuknya koperasi tersebut.

Peran koperasi di sektor off-farm (industri pengolahan) pada usaha pertanian masih tergolong sangat rendah bila dilihat dari status badan hukum sebagai industri pengolahan berbasis sektor pertanian. Kurang dari 1% jumlah koperasi yang usahanya bergerak dalam industri pengolahan pertanian, kecuali di sub sektor peternakan lebih dari 3%. Pada usaha pertanian di sektor hilir (off-farm), sebagian besar industri termasuk didalamnya usaha koperasi yang bergerak diindustri pengolahan mengalami persaingan pasar oligopoli yang sangat ketat, seperti pada industri penggilingan dan penyosohan beras dengan Rasio Konsentrasi sebanyak delapan perusahaan terbesar (CR 8) hanya sebesar 25,72% pada tahun 2002. hal ini diperlukan kebijakan pemerintah
sehingga diharapkan koperasi bisa melakukan monopoli pada industri pengolahan seperti pada pembelian cengkeh di zaman orde baru. Disamping itu skala output koperasi sebagian besar hanya berada di bawah satu miliar sehingga suntikan modal bagi koperasi sangat diperlukan baik dari lembaga keuangan perbankan maupundari pemerintah. Distribusi lokasi industri pengolahan diatas 80% jumlah industri masih terkonsentrasi di daerah Jawa yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Sumatera Utara. Ini memberikan gambaran pembangunan industri pertanian antara lokasi industri dengan sumber bahan baku tidak satu tempat, sehingga akan memberikan biaya pengangkutan yang cukup besar. Jumlah bahan baku yang dibutuhkan industri pengolahan sebagian masih diimpor. Seperti pada industri pakan ternak dan industri penggilingan dan pembersihan padi-padian bahan bakunya diatas 40% masih diimpor.

KESIMPULAN
Pada usaha pertanian di sektor hilir (off-farm), sebagian besar industri termasuk di dalamnya usaha koperasi yang bergerak di industri pengolahan mengalami persaingan pasar oligopoli yang sangat ketat, seperti pada industri penggilingan dan penyosohan beras dengan rasio konsentrasi sebanyak delapan perusahan terbesar (CR 8) hanya sebesar 25,72% pada tahun 2002. Hal ini memerlukan kebijakan pemerintah sehingga diharapkan koperasi dapat melakukan monopoli pada industri pengolahan seperti pada pembelian cengkeh di zaman orde baru. Disamping itu skala output koperasi sebagian besar hanya berada di bawah Rp. 1 milyar, sehingga suntikan modal bagi koperasi sangat diperlukan baik dari lembaga keuangan perbankan maupun dari pemerintah.
Nama kelompok :
· Arie Septian
· Fajar Rizky
· Ferry Maihami
· Herman Fuady S

Membangkitkan Ekonomi Kerakyatan Melalui Gerakan Koperasi

Review Jurnal
MEMBANGKITKAN EKONOMI KERAKYATAN MELALUI GERAKAN KOPERASI: PERAN PERGURUAN TINGGI
I. Pendahuluan
Jika banyak orang berpendapat Ekonomi Kerakyatan merupakan konsep baru yang mulai populer bersama reformasi 1998-1999 sehingga masuk dalam “GBHN Reformasi”, hal itu bisa dimengerti karena memang kata ekonomi kerakyatan ini sangat jarang dijadikan wacana sebelumnya. Namun jika pendapat demikian diterima, bahwa ekonomi kerakyatan merupakan konsep baru yang “mereaksi” konsep ekonomi kapitalis liberal yang dijadikan pegangan era ekonomisme Orde Baru, yang kemudian terjadi adalah “reaksi kembali” khususnya dari pakar-pakar ekonomi arus utama yang menganggap “tak ada yang salah dengan sistem ekonomi Orde Baru”. Strategi dan kebijakan ekonomi Orde Baru mampu mengangkat perekonomian Indonesia dari peringkat negara miskin menjadi negara berpendapatan menengah melalui pertuumbuhan ekonomi tinggi (7% pertahun) selama 3 dasawarsa. “Yang salah adalah praktek pelaksanaannya bukan teorinya”.
II . KOSUDGAMA Membangkitkan Ekonomi Kerakyatan
Koperasi Serba Usaha Dosen Gadjah Mada (Kosudgama) berdiri sebagai badan hukum tanggal 31 Maret 1982 dan berkantor di satu rumah dinas milik UGM di Bulaksumur A-14, yang sampai sekarang tetap menjadi kantor pusatnya, meskipun sudah berubah wajah menjadi pusat bisnis dengan toko swalayan, apotik, dan warung telepon untuk umum. Salah satu kemajuan Kosudgama yang patut disebut adalah bahwa keanggotaannya kini menarik orang-orang di luar UGM sendiri, yaitu pegawai UGM bukan dosen, dan dosen-dosen di luar UGM seperti UPN Veteran, UII, dan sebagainya.
Faktor utama mengapa anggota berduyun-duyun masuk adalah karena mereka dengan menjadi anggota merasa kepentingannya terlayani dengan baik, lebih baik dibanding koperasi atau organisasi ekonomi lain selain Kosudgama. Kosudgama adalah organisasi ekonomi yang tepat sekali menggambarkan organisasi kerjasama (gotongroyong) untuk mengangkat derajat dan martabat anggota, dan sekaligus meningkatkan kesejahteraannya melalui kerjasama yang tidak mengejar laba seperti halnya Perseroan Terbatas.
Pelajaran apa yang dapat ditarik dari pengalaman keberhasilan Kosudgama? Pertama, kesungguhan kerja pengurus dan staf serta kesetiaan mereka pada prinsip-prinsip berkoperasi, yaitu bekerjasama dengan ikhlas dan jujur demi kepentingan anggota. Prinsip kerja koperasi untuk melayani dan sekaligus memperjuangkan kepentingan ekonomi anggota adalah penting sekali, dan keberhasilannya merupakan ukuran utama misi organisasi. Kedua, Kosudgama adalah koperasi perkumpulan orang, bukan organisasi yang dibentuk terutama untuk menghimpun modal. Ketika Kosudgama berdiri tahun 1982 tujuan utama koperasi yang diperjuangkan pengurus adalah mengadakan rumah bagi dosen-dosen muda yang sangat membutuhkan, dan membeli buku-buku ajar (textbook) yang relatif mahal dari luar negeri. Jadi tidak seperti sebuah PT (Perseroan Terbatas) yang mengumpulkan modal saham dari anggota kemudian mencari usaha-usaha yang menguntungkan, koperasi mengenali kebutuhan urgen anggota yang kemudian dibantu untuk memenuhinya.
III . Koperasi Wadah Ekonomi Rakyat
Ekonomi Rakyat dalam arti yang lebih luas mencakup kehidupan petani, nelayan, tukang becak dan pedagang kaki lima, yang kepentingan-kepentingan ekonominya selalu dapat lebih mudah dibantu/diperjuangkan melalui koperasi. Kepentingan-kepentingan ekonomi rakyat seperti inilah yang tidak dilihat oleh pakar-pakar ekonomi yang memperoleh pendidikan ekonomi melalui buku-buku teks dari Amerika dan yang tidak berusaha menerapkan ilmunya pada kondisi nyata di Indonesia. Teori-teori ekonomi mikro maupun makro dipelajari secara deduktif tanpa upaya menggali data-data empirik untuk mencocokkannya. Karena contoh-contoh hampir semuanya berasal dari Amerika dengan ukuran-ukuran relatif besar, maka mereka dengan mudah menyatakan ekonomi rakyat tidak ada dan tidak ditemukan di buku-buku teks Amerika. Misalnya Menteri Pertanian yang memperoleh gelar Doktor Ekonomi Pertanian dari Amerika Serikat dengan yakin menyatakan bahwa “Farming is business”, meskipun tanpa disadari yang dimaksud adalah”Farming (in America) is business”, sedangkan di Indonesia harus dicatat tidak semuaya dapat dikategorikan sebagai bisnis tetapi “way of life”, kegiatan hidup sehari-hari yang sama sekali bukan kegiatan bisnis yang mengejar untung.
Ekonomi rakyat sebagai mata pencaharian sebagian besar rakyat (rakyat banyak) memiliki daya tahan tinggi terhadap ancaman dan goncangan-goncangan harga internasional. Pada saat terjadi depresi pada tahun 20-an dan 30-an ketika perkebunan-perkebunan besar Belanda merugi karena anjlognya harga ekspor, justru perkebunan rakyat menikmatinya.

IV . Peranan Ilmu Ekonomi


Di Indonesia, sampai dengan krismon tahun 1997, ilmu ekonomi yang dipahami seperti digambarkan di atas menduduki tempat terhormat di kalangan ilmu-ilmu sosial. Misalnya insinyur yang belajar dan mengambil derajat tambahan ilmu ekonomi, dan kemudian bergelar Dr. Ir, diakui memiliki kemampuan “luar biasa” atau keahlian ekstra karena disamping teknolog juga masuk “kelompok elit teknokrat ekonomi”.
Pemikiran yang ingin kami kembangkan adalah bahwa krismon 1997 dan ketimpangan ekonomi dan sosial yang serius sejak pertengahan tahun delapan puluhan, terutama disebabkan oleh strategi pembangunan yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, dan kurang memperhatikan asas pemerataan dan keadilan. Dan strategi yang “keliru” ini diterapkan karena ekonom (teknokrat ekonomi) memperoleh kepercayaan berlebihan dalam penyusunan strategi pembangunan. Terhadap kesimpulan terakhir para teknokrat banyak yang keberatan karena menurut mereka ajaran dan nasihat-nasihat yang mereka berikan tidak pernah salah. Yang salah adalah pelaksanannya, bukan teorinya, lebih-lebih jika diingat bahwa krismon terjadi setelah tim ekonomi pemerintah semakin dikuasai oleh non-ekonom, khususnya di BAPPENAS.

KESIMPULAN

Bahwa pengajaran ilmu ekonomi di Fakultas-fakultas Ekonomi kita kurang tajam (vigorous), kurang relevan, atau keliru. Lebih merisaukan lagi jika kemudian timbul kesan bahwa ilmu ekonomi mengajarkan bagaimana orang mencari uang, atau mengejar untung, dengan tidak mempertimbangkan akibat tindakan seseorang bagi orang lain. Ilmu ekonomi yang mengajarkan bahwa manusia adalah homo-economicus cenderung mengajarkan sikap egoisme, mementingkan diri sendiri, cuek dengan kepentingan orang lain, bahkan mengajarkan keserakahan. Karena ilmu ekonomi mengajarkan keserakahan maka tidak mengherankan bahwa dalam kaitan konflik kepentingan ekonomi antara perusahaan-perusahaan konglomerat dan ekonomi rakyat, para sarjana ekonomi cenderung atau terang-terangan memihak konglomerat. Dan lebih gawat lagi mereka yang memihak ekonomi rakyat atau melawan konglomerat, dianggap bukan ekonom. Misalnya dalam masalah kenaikan upah minimum propinsi (UMP) tidak diragukan bahwa jika tidak mau di sebut “bukan ekonom” anda harus berpihak pada majikan /pengusaha karena pemaksaan kenaikan UMP “pasti berakibat pada meluasnya penggangguran”.

Nama kelompok :
· Arie Septian
· Fajar Rizky
· Ferry Maihami
· Herman Fuady S


Membangun Koperasi Berbasis Anggota Dalam Rangka Pengembangan Ekonomi Rakyat

Review Jurnal

MEMBANGUN KOPERASI BERBASIS ANGGOTA DALAM RANGKA PENGEMBANGAN EKONOMI RAKYAT

Setelah melalui berbagai kebijakan pengembangan koprasi pada masa orde baru yang jelas pada dominasi peran pemerintah, serta kondisi ekonomi yang melanda indonesia, timbul pertanyaan bagaimana sebernarnya peran kondisi dalam masyrakat indonesia, bagaimanaa prospeknya dan bagaimana strategi pengembanganyang harus dilakukan pada masa yang akan datang. Melihat sifat dan kondisi krisis ekonomi saat ini serta berbagai pemikiran mengenai usaha untuk dapat keluar dari krisis tersebut, maka koperasi dipandang memiliki arti yang strategis pada masa yang akan datang.
Beberapa koperasi telah dirasakan peran dan manfaatnya bagi masyarakat, walaupun derajat dan intensitasnya berbeda. Ada tiga tingkat brntuk esistensi koperasi bagi masyarakat (PSP-IPB, 1999)
Pertama, koperasi dipandang sebagai lembaga yang menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu, dan kegiatan tersebut diperlukan oleh masyarakat. Kegaiatan gusaha yang dimaksud dapat berupa pelayanan kebutuhan keuangan atau perkreditan.
Kedua, koperasi telah menjadi alternatif bagi lembaga uaha lain. Pada kondisi ini, masyarakat telah merasakan bahwa manfaat dan peran koperasi lebih baik dibandingka dengan lemabaga yang lainnya.
Ketiga, koperasi menjadi organisasi yang dimiliki oleh anggotanya. Faktor utama yang menyebabkan koperasi mampu bertahan pada berbagai kondisi sulit, yaitu dengan mengandalkan loyalitas anggota dan kesediaan anggota untuk bersama-sama koperasi menghadapi kesulitan tersebut baik dibandingkan dengan lembaga usaha lain, demikian pula dengan koperasi kredit.
Pada masa yang akan datang, masyarakat masih membutuhkan layanan usaha koperasi. Alasan utamanya adalah dasar pemikiran ekonomi da;am konsep pendirian koperasi seperti untuk meningkatkan kekuatan penawaran, peningkatan skala usaha bersama, pengadaan pelayanan yang selama ini tidak ada, serta pengembangan kegiatan lanjutan( pengolahan, pemasaran dsb). Alasan lain, karena adanya peluang untuk mengembangkan potensi usaha tertentu atau karena memanfaatkan fasilitas yang disediakan pihak lain yang mensyaratkan kelembagaan koperasi, sebagaimana bentuk praktek pengembangan koperasi seperti alasan untuk memperjuangkan semangat kerakyatan, demokratisasi atau alasan sosial politik lain, tampaknya belom menjadi faktor yang dominan.

FAKTOR FUNDAMENTAL EKSISTENSI DAN PERAN KOPERASI

Berdasarkan pengamatan atas banyak koperasi serta menggali berbagai pihak yang terkait dengan pengembangan koperasi, khususnya para partisipan koperasi sendiri yaitu anggota dan pengurus, maka dapat disintesakan beberapa faktor fundamental yang menjadi dasar eksistensi. Faktor tersebut merupakan faktor pembeda antara koperasi berkembang dengan koperai yang tidak berfungsi atau tertutup
1. koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbaiki ekonomi secara mandiri.
2. koperasi akan berkembang jika terdapat kebebasan dan otonomi untuk berorganisasi
3. keberadaan koperasi di tentukan oleh proses pengembangan pemahaman nilai-nilai koperasi
4. koperasi akan semakin dirasakan peran dan manfaatnya bagi anggota dan masyarakat pada umumnya jika terdapat kesadaran dan kejelasan dalam hal kenaggotaan koperasi
5. koperasi akan eksis jika mampu mengembangkan kegiatan usaha yang :
· luwes (flexibe) sesuai dengan kepentingan anggota
· berorientasi pada pemberian pelayanan bagi anggota
· berkembang sejalan dengan perkembangan usaha anggota
· biaya transaksi antara koperasi dan anggota mampu ditekan lebih kecil dari biaya transaki non-koperasi
· mampu mengembangkan modal yang ada didalam kegiatan koperasi dan anggota sendiri
6. keberadaan koperasi akan sangat ditentukan oleh kesatuan oleh kesuaian faktor-faktor tersebut dengan karakteristik masyarakat atau angggotanya

MENGEMBANGKAN KOPERASI DI INDONESIA : mulai apa yang sudah ada

isu strategis pengembangan usaha koperasi dapat dipertajam untuk beberapa hal berikut
1. mengembangkan kegiatan usaha koperasi dengan mempertahankan falsafah dan prinsip koperasi
2. keterkaitan kegiatan koperasi dengan kegiatan pelayanan untuk berkembang
3. mengatasi beberapa permasalahan teknis usaha bagi koperasi kecil untuk berkembang
4. mengakomodasi keinginan pengusaha kecil untuk melakukan usaha atau mengatasi masalah usaha dengan membentuk koperasi
5. pengembangan kerja sama usaha antar koperasi
6. peningkatan kemampuan usaha koperasi pada umumnya
7. peningkatan citra koperasi
8. penyaluran aspirasi koperasi

PENUTUP

Beberapa pemikiran yang telah diajukan kiranya membutuhkan setidaknya dua peryarat. Pertama, pendekatan perngembangan yang harus dilakukan adalah pendekatan pengembangan kelembagaan secara partisipasif dan menghindari pengembagan yang didasarkan pada kepatuhan atasa arahan dari lembaga lain. Masyarakat perlu kesadarannya untuk mampu mengambil keputusan sendiri.
Demi kepentingan mereka sendiri. Dalam hal ini proses pendidikan prinsi-prinsip dam nilai-nilai koperasi menjadi faktor kunci yang sangat menentukan. Kedua diperlukan kerangka pengembangan yang memberikan apresiasi terhadap keragaman lokal. Yang disertai oleh berbagai dukungan tidak langsung tetapi jelas memiliki semangat kepemihakan adalah strategi yang parsisipatif. Hal ini akan membutuhkan perubahan pendekatan yang mendasar dibandingkan dengan strategi yang selama ini diterapakan. Rekonsptualisasi sekaligus revilalisasi peran pemerintah akan menjadi faktor yang paling mementukan dalam prespektif pengembangan partisipasif


Nama kelompok :
· Arie Septian
· Fajar Rizky
· Ferry Maihami
· Herman Fuady S